Diberdayakan oleh Blogger.

Racing

Cute

PENGURUS HARIAN

Kota

Portfolio

Feature

» » Free Kick to My Andalucia's Promise Chapter 11



Chapter 11

Semi Final

author :noname



Merayap ke seluruh tubuhku. Hangatnya sinar sang mega membuatku tambah semangat menjalani pagi ini. Luar biasa. Kuncup-kuncup bunga mulai bermekaran di samping rumahku. Embun-embun menetes dari pucuk daun membawa kesejukan tersendiri. Kicau burung menghiasi pagi ini. Namun suara deru kendaraan bermesin membuat semua itu menjadi kurang sempurna. Jelas saja di kota ini, kebanyakan memakai kendaraan yang bermesin termasuk juga aku. Sebenarnya hobiku juga ada yang lain yaitu balap sepeda. Itu hobi masa kecilku. Sepeda itu terbengkalai di garasi. 
“Ingin aku balapan sepeda lagi, hahaha,” batinku.
Hari ini hari minggu, hari libur. Akan tetapi tahukah teman, hari ini adalah hari yang berbeda dari biasanya. Hari ini adalah hari semi final Merah Putih Cup dan Lofty ada di dalamnya. Lofty akan bertanding. Yang menjadikanku lebih bersemangat adalah karena aku akan menjadi tim inti pada pertandingan ini. Pertandingan-pertandingan sebelumnya aku hanya dimainkan di babak pertama ataupun babak kedua. Menurut pelatih, Pak Dary permainanku pada kesempatan sebelumnya bagus dan menarik sehingga dia percaya aku dapat menjalankan amanat ini. Kak Luthfi menonton pertandinganku. Baru kali ini Kak Luthfi ada waktu untuk melihatku bertanding selama Merah Putih Cup dibuka. Cukup menghibur diriku karena ayah belum juga pulang.
Sejujurnya dalam hatiku, yang aku inginkan adalah ayah ada di bangku penonton dan menyemanagatiku. Aku ingin mendengar suara ayah memberi semangat kepadaku. Sejak aku lahir dan sejak aku ikut pertandingan sepak bola di SD maupun di SMP. Ayah hanya pernah datang tiga kali dalam semua pertandingan yang aku jalani. Padahal jika dihitung-hitung, pertandinganku selama ini lebih dari 20 kali petandingan. Ayah memang super sibuk. Dalam tiga kali itu juga aku tidak pernah mendengar suara ayah menyemangatiku seperti orang tua lainya. Ayah hanya memandangiku tanpa ekspresi. Ibulah yang setia mendampingiku di setiap pertandinganku selama ini. Ibulah yang menyemagatiku. Yang membawakanku handuk dan air minum. Namun sekarang tidak lagi. Ibu sudah pergi dengan sejuta harapan untuk diriku.
Aku melihat di bangku penonton ada Kak Luthfi dan kedua sahabatnya. Aku juga melihat alumnus Lofty dan Vitex trifolia. Dan tidak ketinggalan adalah pendukung dari SMA-ku.
Peluit berbunyi. Tim sepakbola SMA-ku yaitu Lofty melawan tim SMA N 23 Jaya yang tim sepak bolanya bernama Tiseja, Tim Sepak Bola Jaya. Aku ada di posisi gelandang serang. Kaos yang kupakai bernomer punggung 17, Lofty memakai kaos warna biru dan putih sedangkan tim lawan memakai kaos berwarna merah-merah. Tim kami memakai pola 4-4-2 atau kata orang-orang disebut formasi defalut winning eleven, menurutku ini lebih efektif dibandingkan dengan formasi 4-4-2 clasic yang dimainkan oleh Lofty dalam pertandingan sebelumnya. 
“Walaupun begitu, Lofty menang dalam pertandingan terakhir ini bagian depan lini kurang bagus dan mesti diperbaiki. Kurang efektifnya stiker yang berebut bola. Lini tengah bingung akan mengoper kepada siapa di antara dua ini,” kata Pak Dary.
Itu terbukti kelemahannya pada Fabio Capalleo yang gagal dalam penerapan formasi ini hingga team inggris tersisih dari world cup 2010. Pelatih tidak mau kalau kita bernasib seperti itu ketika ada indikasi perebutan bola antar stiker yaitu Kak Rino dan Kak Rama. Nah formasi 4-4-2 yang winning eleven inilah sebagai formasi baru di tim Lofty ini. Lebih efektif dari yang sebelumnya karena hanya ada satu center forward dan ada satu hole, hole ini yang mengecoh bek lawan dan memberi umpan pada center forward atau juga disebut target man.
Kali ini yang menjadi target man-nya adalah Kak Rino sedangkan pemain lubangnya adalah Kak Rama. Ada dua side midfield yang juga dapat mengumpan langsung bola kepada Kak Rino. Aku dan Ridho adalah side midfield.  Di antara aku dan Ridho tapi agak ke belakang ada dua center midfield. Dhafa dan Kak Harun adalah center midfield yang bertugas memotong dan menjaga dataran tengah untuk permainan. Lainnya sebagai dua full back dan center back yang fokus mempertahankan namun acap kali juga dapat mengheading bola ketika corner kick seperti yang biasa dilakukan oleh Nova Arianto ataupun Abanda Herman.
Pertandingan terus berlanjut seperti hidup yang terus berlanjut. Bola berlari melayang ke mana- mana yang dia sukai. Berpindah dari satu kaki ke kaki lainnya. Dari dahi ke kaki. Melayang jauh di udara. Bola terus saja berputar tanpa hentinya. Tak merasa sakit ditendang begitu kerasnya oleh ke dua puluh dua pemain yang ada dalam lapangan yang berukuran panjang  sekitar 100-110 cm dan lebar 64-75 cm. 
“Ya pemirsa sekarang pada menit ke 79, bola ada dalam kuasa kaki pemain Lofty dengan nomer punggung 17, Siapa nama anak itu, Ron?” kata komentator yang ada di lapangan.
 “ Dia bernama Abyan Nurnazhif, kelas sepuluh. Lihatlah, sekarang dia berlari mencari kawan yang akan dia beri umpan bola.”
“Siapakah yang akan dia beri umpan? Padahal Rino dan Rama sedang dijaga ketat oleh tim Tiseja. Apa yang akan dia lakukan, Pemirsa?”
Suara komentator masih terdengar olehku. Mereka menebak-nebak bola ini akan diberi kepada siapa. Aku tendang kearah Ridho yang terbebas dari jangkauan lawan. Aku dan Ridho saling memberi umpan.
“Ternyata Nazhif memberi umpan kepada Ridho. Sekarang mereka, nomer 17 dan 9 saling member umpan. Apakah ini akan tejadi sebuah gol? Lihatlah sekarang nomer 9 telah terkepung. Akan dioper kemana bola itu?”
“Ternyata kepada Rino nomer 10 bola dioper, dan melewati satu bek, bukan dua bek, tiga bek. Sekarang sudah berada di mulut gawang. Dan…?”
“Sayang Rino terkepung kembali. Bola dioper kepada Nazhif dan dioper kembali kepada, kepada siapa?”
“Kepada Rama nomer 45, Rama siap menendang dan apakah terjadi gol?”
“Subhanalloh tendangan yang sungguh kencang akankah bola itu akan menjadi angka pertama bagi Lofty?”
“Ya Allah, biarkan bola itu masuk. Ayolah bola masuk ke gawang itu,” pintaku dalam hati.
“Sayang sekali, bola ditinju oleh kiper, sekarang bola bebas dan jatuh pada kaki Rino namun apa yang terjadi? bola di rebut oleh nomer 12 dari Tiseja. Rino terkapar,” suara serak dari komentator terdengar kembali.
Namun, sangat tak terduga lawan yang bernomer punggung 12 mencuri bola dengan cara mentecking dan terkena kaki Kak Rino hingga tak mempunyai keseimbangan badan  terjatuh.
Tacking yang salah,” batinku dalam hati.
Kak Rino terkapar di atas hijaunya rumput Stadion Siliwangi tempat diadakannya pertandingan semi final. Aku yakin Kak Rino kesakitan dari raut mukanya. Medis dari Lofty datang dan memberi P3K kepadanya.
“ Ternyata  wasit memberi kartu kuning untuk Reza nomer 12 dan hadiah tendangan finalti bagi Lofty. Akankah ini akan menjadi gol?” komentator yang bersuara cempreng berbicara.
 Wasit tahu bahwa itu tacking yang tidak bersih dan sangat berbahaya, dan juga TKP-nya di dalam kotak 16. Sementara, Kak Rino dibawa keluar lapangan dengan tandu. Kak Rama bersiap untuk tendangan finaltinya. Teman-teman Lofty memberi dukungan. Suporter di stadion berteriak-teriak memekik gendang telinga. 
Tiupan peluit yang menadakan tendangan finalti segera harus ditendang. Kak Rama bersiap dan menendang. Ritual yang dilakukankan Kak Rama sebelum menendang adalah mencium bolanya. Katanya dia bola adalah teman. Persis yang Tsubasa ucapkan pada satu tim Nankatsu.
“Goooooooooooooooool! Ternyata Rama telah berhasil dengan gol finaltinya. Kedudukan menjadi 1-0, Lofty unggul sementara dari Tiseja,” suara serak muncul kembali.
Riuh seketika, para pendukung Lofty menyambut dengan suka cita gol itu. Kami buru-buru merangkul Kak Rama. Akhirnya, kami dapat mencuri satu gol dari tim lawan walaupun lewat tendangan finalti dengan algojonya adalah Kak Rama. Tendangannya keren sekali. Walaupun begitu, sebenarnya tidak terlalu keras namun berhasil mengecoh kiper lawan. Bola berbelok ke sudut gawang dan terciptalah gol. Kiper tak sanggup mengejarnya. 
Dari pinggir lapangan Kak Rino tersenyum dan bertepuk tangan melihat kami. Kami tambah bersemangat. Sejak kick off babak pertama dan babak kedua baru kali ini kami, Lofty dapat mencetak gol. Kedudukan satu kosong.
“Akankah Tiseja akan membalas gol itu untuk menyeimbangkan kedudukan? Padahal waktu terus berlanjut. Dapatkah Tiseja menciptakan gol?” suara cempreng terdengar pula.
Masih berlanjut. Sebentar lagi pertandingan akan usai. Akan tetapi, perlu juga mempertahankan kedudukan jangan sampai gawang Lofty kejebolan. Jangan dan jangan sampai. Tim lawan balas menyerang dan diberi kesempatan untuk free kick. 
“Ini kesempatan mereka untuk menyamakan kedudukan. Lihat apakah akan terjadi gol?” teriak komentator serak itu.
 Aku menjaga lawan yang bernomer 34, dia sangat lincah, dan menurutku sedikit kasar. Sampai-sampai aku disikut olehnya juga kakiku di genjat olehnya. 
“Huft!”
 Tendangan dilakukan namun syukurlah, tendangan melenceng jauh ke luar lapangan. Dan peliut panjang pun ditiup oleh wasit. Syukurlah kami dapat memenangkan pertandingan ini walaupun dengan sekor yang tipis dan itu juga dari tendangan finalti. 
“Syukurilah apa yang ada. Itu semua nikmat yang indah, Aby.”
...

Rohis Al-Madinah Planologi Undip

We are.., This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Select Menu