Diberdayakan oleh Blogger.

Racing

Cute

PENGURUS HARIAN

Kota

Portfolio

Feature

» » Free Kick to My Andalucia's Promise Chapter 10


Chapter 10

Accusation For Me

author :noname


Mentari merangkak secara terang-terangan untuk mencapai puncak. Burung-burung terbang dengan kehendak hatinya mencari makan, ataupun bersenandung. Pohon-pohon melambai-lambai terbawa angin yang menari-nari. Awan-awan berarak-arak dan mengubah-ubah wujudnya. Seperti aku yang berlari-lari di dalam lapangan sepak bola. Tendang sini tendang sana. Umpan sini umpan sana. Berlari dan berlari. Terus dan terus.

Sudah seminggu sejak aku pergi ke Kebumen. Aktivitasku kebanyakan ada di lapangan bola. Latihan bersama untuk menghadapi Merah Putih Cup. Sebenarnya sempat ada perselisihan antara aku dan Kak Harun. Dia marah kepadaku karena aku tidak bisa ikut bersama mereka melihat secara langsung dan menyuportrin. Dia marah karena aku memilih liburan ke Kebumen. Dia pokoknya marah padaku. Aku juga sempat di sidang oleh Kak Harun, Kak Rino, dan yang lainnya. Saat gerimis datang dan hawa dingin menyebar. Aku ditanyai oleh mereka semua. Aku sebenarnya bingung harus mengatakan apa dan bagaimana. Masa aku harus mengatakan yang sebenarnya terjadi bahwa aku sedang mencari rasa yakin dalam diriku merasa yakin untuk mengubah perilaku burukku ini. Aku sungguh dilema.

“Apa kata teman-temanku kalau mereka tahu yang sesungguhnya. Bagaimana bisa? Aku tidak sanggup membayangkannya. Sungguh.”

Mungkin mereka merasakan kecewa karena hasil pertandinganya seri atau gimana aku tidak tahu, yang jelas mereka semua kelihatan begitu marah dan aneh. Mereka terus saja memojokanku, termasuk juga Dhafa. Sebenarnya ada apa ini. Mereka momojokanku dengan dugaan-dugaan yang mereka buat.

Ke mana saja kau By?
Kamu tidak mau gabung sama kita-kita lagi By?
Egois banget sih By.
Dasar rese,
Mengutamakan kepentingan pribadi tidak solidaritas.
Membosankan.
Sok jago.

Dugaan dan pernyataan-pernyatan seperti itu yang terus saja mereka lemparkan kepadaku. Hingga aku tidak sanggup menangkap semuanya. Telinga aku panas, dahiku berkeringat, dan kakiku gemetar. Sebenarnya situasinya tidak begitu mencekam tetapi aku saja yang seperti ini, kebingungan.

Benar-benar aku terjepit. Sepertinya cicak-cicak di pojok dinding juga membicarakanku, pikirku sudah tidak masuk akal. Hingga akhirnya aku beranikan diri untuk mengatakan semuanya. Semuanya sampai tuntas. Tidak ada yang tersisa. Tentang apa yang aku rasakan. Tentang bagaimana kejadian di kereta. Bagaiman aku bertemu dengan Pak Tomo. Bagaimana aku mau berubah? Ada apa di Pantai Petanahan dan juga saat aku berada di teras samping rumah Kak Amir. tidak lupa bingkisan yang diberikan oleh Radit sebelum dia pergi ke Kalimantan. Juga tentang Andalusia, tentang harapan almarhum ibu. Saat aku bercerita tak seorang pun menyelanya. Hanya hujan rintik-rintik yang memberi suaranya, memberi nuansa musik dalam story telling-ku.
.
.
.
Ayah belum pulang dari pekerjaan dinas ke luar negeri, Mesir. Ayah juga belum juga menelponku, setelah terakhir menelpon saat aku sampai ke rumah dari perjalanan Kebumen-Bandung. Kak Luthfi menyuruhku pulang untuk meminta bantuanku dalam mengerjakan tugas kuliahnya. Padahal aku malas membantunya. Maaf saja, aku di suruh mencari tanaman obat yang namanya apa, aku juga lupa. Syukur saja aku tidak jadi mencari tanaman obat itu karena ternyata tanaman obat itu udah ada di halaman rumah, terbengkalai di sana. Sendirian.
.
.
.
Semenjak aku temukan keyakinan dalam diriku, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupanku. Dari semuanya. Semuanya. Syukurku kepada Allah swt yang telah memberiku cahaya dan petunjuk untuk kembali ke jalan yang Allah kehendaki.

Ibu,
Makhluk Allah yang sempurna.
Pancaran sinar mata itu.
Bagai sungai jernih dalam lautan.
Mengisyaratkan sebuah masa depan.
Harapan itu.
Janji itu.

Malam ini, sekitar pukul 02.30 WIB, aku mengambil air wudhu dan melaksanakan salat tahajud. Aku di rumah sendirian. Kak Luthfi menginap di rumah Kak Haza yang dekat di kampusnya. Biasalah masalah tugas kampus.

Di sebuah ruangan yang di di setiap sudut ruangannya dihiasi dengan lukisan-lukisan kaligrafi yang indah dan penuh daya imajinasi. Ayat-ayat Al-Qur’an tergores dengan penuh perasaan dari Sang Pelukis. Indah. Ada rak sedang yang berisikan Al-Qur’an dan buku-buku islami. Kebanyakan buku itu adalah buku yang ibu, Kak Luthfi dan tentunya Ayah. Ada lima sadjadah dan tiga rukuh di rak itu. Ada juga sarung. Ruangan ini adalah ruangan tempat salat di rumahku. Sudah lama aku tidak memasuki ruangan ini. Biasanya setelah menambil air wudhu langsung pergi ke kamar dan melaksanakan salat di sana. Sekarang berbeda. Setelah bangun aku ingin sekali salat di ruangan ini. Ruangan favorit ibu yang dengan kebiasaannya membaca buku di samping jendela. Tentu saja buku islami.
...

Rohis Al-Madinah Planologi Undip

We are.., This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Select Menu