Diberdayakan oleh Blogger.

Racing

Cute

PENGURUS HARIAN

Kota

Portfolio

Feature

» » Free Kick to My Andalucia's Promise Chapter 1

Sinopsis dapat dibaca disini.

Chapter 1

Blue Blood

author :noname

 “Gooool!!!”  teriakku sekencang mungkin hingga terdengar oleh kakakku yang sedang berada di kamarnya. Jelas saja, beberapa detik setelah itu. Dia, Kak Luthfi, keluar dari kamarnya dan memberiku sebuah ceramah yang memekikan telingaku ini.
“Aby, kalau nonton bola jangan kencang-kencang teriaknya. Ganggu orang. Sudah salat belum?”
“Belum Kak. Ntar lah, masih jam delapan malam kok,”  kataku singkat sambil terus menonton bola.
Astaghfirullah, Aby, Aby. Sukanya salat di akhir waktu,” komentar Kak Luthfi sambil menggelengkan kepala.
“Iya biarinlah Kak, lagian lagi seru nih. Persib lawan Persipura Kak,”  kataku.

Kak Lutfi hanya mengelus dadanya dan kembali ke kamarnya. Apalagi yang Kak Luthfi lakukan selain belajar dan membaca Al-Qur’an. Kalau aku tidak ada miripnya. Aku malah lebih ke arah yang brutal dan anarkis, yang maunya sendiri.

“Iya, Kak Luthfi pergi. Kembali kosentrasi lagi,” batinku.

Pukul sembilan malam, pertandingan sepak bola usai dan hasilnya sedikit mengecewakan diriku. Jelas saja tim jagoanku, Persib, berhasil ditahan imbang oleh Persipura di kandang sendiri dengan skor 2-2. Aku matikan televisi dan pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Andai saja aku tidak melaksanakan salat pastinya akan disemprot lagi oleh Kak Luthfi. Daripada mendengar ceramahannya lebih baik aku salat saja.

Selesai salat isya. Bunyi hand phone yang bertanda SMS datang membuatku beranjak dari sajadah. Aku mulai membuka SMS tersebut. Tertera secara jelas pengirim dan isi SMS tersebut, Dhafa.

Pengirim   : Dhafa_persib
Hay. Bro. Persib imbang nih. Payah deh. Di stadion rame banget tahu. Kamu tidak ikut sih, asyik tahu. Oke, aku sama kawan-kawan mau pulang dulu.

Dhafa senang banget bisa lihat Persib tanding langsung. Berbeda dengan aku yang tidak diizinin untuk nonton di stadion. Ayah, ibu, dan Kak Luthfi selalu dan selalu melarangku. Huft. Walaupun begitu, aku tidak begitu saja diam di rumah, aku sering kabur lewat jendela rumah dan bergabung dengan kawan-kawan menonton secara langsung di Stadion Siliwangi ataupun Stadion Si Jalak Harupat. Bahkan, aku pernah kabur tanpa izin pergi ke Surabaya, Jakarta, Palembang, Balikpapan dan kota-kota lainnya untuk menonton tim jagoanku, Persib Bandung. Kalau bertandang ke Jakarta ujung-ujungnya adalah babak belur dan dimarahi oleh ibu dan kakakku. Ayah selalu diam.

Sejak kecil aku antusias dengan yang namanya sepak bola. Cerita SMP waktu duduk di kelas dua, masa-masa yang ternakal. Aku ikut bersama para Viking lainnya menonton pertandingan antara Persib versus Persija di Stadion Lebak Bulus. Saat itu, aku hanya pamit kepada ibu untuk menginap di rumah Dhafa, sahabatku. Aku dan Dhafa sama-sama ikut ke Jakarta. Akhir kata, pulang-pulang kami luka-luka karena The Jak dan Viking membuat kerusuhan. Sejak saat itu, aku dan Dhafa sangat benci dengan The Jak.
.
.
.
Pagi ini tidak seperti pagi yang seperti biasanya. Ada kejadian yang membuatku dan Kak Luthfi tidak dapat bersekolah hari ini atau bisa disebut izin sekolah. Aku dan Kak Luthfi pagi-pagi buta pergi ke rumah sakit untuk mengantar ibu yang tiba-tiba pingsan. Memang akhir-akhir ini ibu terlihat tidak sehat. Ibu terlihat lemas dan lesu. Walaupun begitu, ibu tetap saja tersenyum.

Kak Luthfi terlihat sangat cemas. Titik-titik air mata  mulai membasahi pipinya. Ayah masih terlihat tenang. Walaupun begitu, aku jamin terjadi kegalauan di dalam hatinya. Sedangkan aku. Aku duduk termenung, diam.

Ibu dilarikan ke UGD di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Entah bagaimana aku harus menyikapi kejadian sekarang ini? Aku bingung dan benar-benar bingung. Ibu yang telah melahirkanku dan merawatku sampai aku dan Kak Luthfi dewasa dan kini sedang terbaring di ranjang putih rumah sakit dengan jarum infus di tangannya dan bantuan tabung oksigen untuk bernafas. Ibu yang selalu mengingatkanku untuk salat dan mengaji. Yang selalu sabar tatkala aku membuat onar dan kebrutalan. Ibu yang selalu menyiapkan makanan untuk sarapan pagi-pagi sekali. Ibu yang selalu ada setiap kali aku butuhkan.

“Kak, ibu akan baik-baik saja kan,”  secara refleks aku bertanya pada Kak Luthfi.
“Insya Allah, By. Allah akan selalu ada buat kita. Kita serahkan kepada Allah, bertawakal,”  jawab Kak Luthfi yang kemudian mengusap air mata dan memberikan senyuman manis kepadaku.

Aku hanya dapat menganggukkan kepalaku. Aku tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Kak Luthfi sungguh wanita yang tegar. Wanita yang aku sayangi setelah ibu. Banyak watak yang diturunkan kepada Kak Luthfi dari ibu. Wanita yang satu ini memakai jilbab seperti ibu. Senyumannya yang manis membuat orang yang melihatnya merasakan ketenangan hati. Walaupun begitu dia orang yang cerewet namun setiap perkataanya pasti penuh makna.

Pengirim                     : Dhafa_persib
Pagi. Abyan
Tidak masuk ya hari ini.
Kenapa?
Pengirim                     : Harun_ketua VT3
Teman, jangan lupa sebentar lagi hari jadi Vitex trifolia. Ingat acaranya.

Ada dua SMS masuk ke hand phoneku. Aku menjawab kedua SMS itu. Aku belum sanggup mengatakan semuanya kepada Dhafa walaupun dia sahabatku. Juga kepada Harun, ketua Vitex trifolia. Suatu organisasi di luar sekolah namun sangat berpengaruh di sekolah. Vitex trifolia sudah ada sejak lima tahun silam. Didirikan oleh alumnus kami. Vitex trifolia, jika kalian mencermatinya ini seperti nama ilmiah seperti Oryza sativa, Zea mays, ataupun Zingiber cassumunar. Memang benar nama Vitex trifolia adalah nama ilmiah dari tanaman obat suku Verbenanceae yang kalau bahasa Indonesianya adalah Legundi. Menurutku itu nama yang unik. Pembentukan  Vitex trifolia juga membuat kontroversi. Apalagi Vitex trifolia didirikan di salah satu SMA favorit di Bandung. Akhirnya, Kepala Sekolah menyetujui adanya organisasi tersebut walaupun organisasi tersebut tidak dimasukan ke dalam eskul. Sebentar lagi hari jadi Vitex trifolia yang keenam. Kami akan berkumpul di sebuah kafe dan merayakannya. Itu hari pertama aku dan Dhafa untuk mengikuti acara tersebut karena kami baru anak kelas satu. Sebagai informasi Vitex trifolia biasa disingkat dengan “VT3”.

“Aby dan Luthfi, Ayah mau bicara sama kalian.”

Aku dan Kak Luthfi mendekati ayah dan mendengarkan apa yang ayah bicarakan. Tak biasanya ayah berbicara kepada kami. Aku kaget dengan apa yang terjadi sekarang begitu juga Kak Luthfi yang berulang kali membaca istighfar.

“Ibuku mengidap kanker rahim. Aku tidak pernah tahu soal ini sebelumnya. Kapan ibu mengeluh? Kapan ibu sakit? Ibu tidak pernah terlihat seperti orang sakit,”  batinku.
.
.
.
Hari ini adalah hari jadi Vitex trifolia. Sepulang sekolah kami berkumpul dan bersama-sama menuju sebuah kafe. Kafe yang  aku dan kawan-kawan seluruh anggota VT3, baik kelas satu, kelas dua, dan kelas tiga bahkan alumnus dan tamu undangan adalah kafe yang indah, sejuk, dan unik. Dilihat dari pintu depan saja telah tersirat keunikannya. Berbagai warna redup, kelam, dingin, dan penuh rahasia menghiasi dindingnya. Hatiku merasa sejuk dan tenang. Di dinding sebelah kiri saat kita masuk dan menengokkan kepala ke arah kiri terdapat sebuah lukisan jumbo dengan warna yang kontras dengan dindingnya yang kelam, cerah. Lukisan itu hanyalah lukisan yang tidak berbentuk, abstrak. Akan tetapi, melihatnya saja ada rasa semangat yang membara dalam hatiku. Di sampingnya ada sebuah jendela yang memperlihatkan hijaunya taman dan saung-saung yang berwana coklat ditaburi gemerlap air kolam. Ternyata tempat itulah yang akan kami jadikan lokasi acara. Bagus.

Acaranya seru dari pembukaan sampai akhir. Yang paling aku sukai adalah acara makannya. Soalnya, aku sudah lapar sejak acara pembukaan. Jelas saja dari pagi aku belum makan. Mau ke kantin saja tidak sempat, belum ngerjain PR. Tidak jauh beda dengan Dhafa, kutanyai dia katanya acaranya bagus dan yang paling bagus adalah makan. Dia hobinya makan namun walau punya hobi makan tapi Dhafa tubuhnya atletis. Dia suka olahraga. Pelajaran yang dapat aku terima dari Dhafa tentang hal ini ialah semuanya harus seimbang.

Persib adalah tim favoritku termasuk juga para Vitex trifolia. Akan tetapi, kebanyakan orang menganggap sebelah mata tentang suporter sepak bola, apalagi untuk Negara Indonesia. Memang aku tidak akan mengelak kalau banyak kejadian yang anarkis yang terjadi dalam dunia suporter. Viking ataupun Bobotoh, suporter Persib juga punya cap jelek. Apalagi permusuhan yang tak ada ujungnya dengan suporter Persija, The Jak. Sebenarrnya aku juga bingung kenapa hal ini terjadi. Aku tidak tahu harus bagaimana menyikapi semua ini. Sudah cukup aku bingung dengan keluargaku. Di sini, bersama para Viking aku ingin menenangkan diriku. Bebas.

Kami pulang sekitar pukul setengah delapan malam. Aku dan Dhafa numpang mobil kakak kelas anggota Vitex trifolia ,  Kak Rama. Aku, Dhafa, Kak Rino, Ridho, Kak Harun dan Kak Rama satu mobil. Ada juga yang menebeng  mobil Kak Ian,mobil Kak Mahmud, dan lainya memakai motor. Di pertigaan kendaraan-kendaraan kami berpisah. Mobil Kak Rino dan beberapa motor belok kanan, mobil Kak Rama dan empat motor belok kiri dan sisanya lurus. Disaat kami melintasi jalan itu yang sepi. Tiba-tiba ada segerombolan orang tak dikenal berdiri di depan mobil yang kami tumpangi. Aku bingung, takut, dan juga penasaran siapa orang-orang itu.

Gimana ini Run?”  tanya Kak Rino kepada Kak Harun.
“Tahu nih. Siapa sih orang-orang itu? Lebih baik kita jangan keluar mobil.”
Gimana kalau mereka menyerang?”  tanya Dhafa agak merinding.

Hening. Semuanya hening. Tak ada yang berbicara. Belum sempat aku mengutarakan  ideku. Ada dari kami yang mengendarai motor membalikan arah dan lari sehingga membuat orang-orang itu memulai aksinya. Kaca mobil yang kami tumpangi dipecahkan oleh orang-orang itu. Perkelahian pun tak terhindari. Perkelahian ini bukan hanya semata-mata untuk menunjukan kekuatan namun untuk mempertahankan diri dari orang-orang yang tak dikenal itu. Kami terkepung. Sesekali kami dapat mengalahkan orang-orang itu satu persatu. Namun, mereka lebih banyak dari kami. Ada dari mereka yang memakai kayu untuk memukul kami. Ridho hampir terpukul jika tidak diselamatkan oleh Dhafa. Namun, sebagai gantinya Dhafalah yang terpukul dan terkapar. Kak Harun masih mengeluarkan jurus-jurus yang ia pelajari di pancak  silat SMA. Sedangkan, Kak Rino sudah mencium aspal pingsan entah kapan dia di sana. Sedangkan aku. Aku juga terkena pukulan, tendangan dan yang lainnya. Sampai aku tidak kuat lagi dan terjatuh. Saat aku terjatuh. Aku melihat ada polisi datang.

...

Rohis Al-Madinah Planologi Undip

We are.., This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Select Menu